Tan Jessica Florencia, Mahasiswi Psikologi, Universitas Katolik Widya Mandala
Berkembangnya media sosial mempercepat perkembangan pengetahuan dari seluruh panca dunia. Penyebaran informasi yang pada mulanya hanya
melalui mulut ke mulut dan komunikasi
dilakukan dengan surat menyurat. Pada masa kini, seiring dengan berkembangnya populasi manusia, perkembangan teknologi
telah mencapai puncaknya. Manusia pada masa kini dapat dengan mudah bertukar informasi, maupun berkomunikasi
melalui media sosial. Sama halnya
dengan apapun yang berkembang secara pesat dengan jangka waktu yang relatif
pendek, sesuatu yang berlebihan tentu
tidak baik. Perkembangan teknologi yang sangat pesat memiliki banyak pro dan kontra dari penikmatnya.
Media sosial memudahkan kehidupan individu yang tinggal jauh dari lingkungan dan keluarganya untuk mencapai
komunikasi yang lebih efisien. Namun,
media sosial maupun teknologi dapat mencapai pemanfaatan yang buruk, bila
digunakan dengan tujuan yang salah.
Media
sosial mencakup hal baik dan buruk secara bersamaan, hal ini berkaitan dengan cara individu melihat
fenomena yang dipublikasikan. Presentase penggunaan media sosial tertinggi pada saat ini telah dipegang
oleh tiktok, instagram, dan whatsapp.
Tiktok adalah suatu aplikasi yang
berguna untuk memudahkan individu melihat video dari pancanegara. Hal ini tentu banyak menimbulkan pro dan kontra dalam
masyarakat, salah satu hal yang menjadi kontra ialah ketika tiktok digunakan sebagai sarana untuk menipu maupun
mencuri identitas seseorang. Tidak dapat
dipungkiri bahwa meskipun terdapat banyak cyber
crime dalam tiktok, namun tiktok dapat memberikan sarana pengetahuan luas dan koneksi yang dapat
diperoleh oleh pengguna. Hal ini kembali lagi pada tujuan utama individu
dalam pemanfaatan teknologi, maupun media sosial.
Merokok
ialah suatu kebiasaan yang dibentuk dari pola dini. Individu perokok berat cenderung terjadi karena adanya kebiasaan
yang menjadikannya kecaduan akan nikotin. Akhir- akhir ini dalam video yang diunggah di tiktok oleh seorang wanita asal London menceritakan dirinya terkena kanker tenggorokan yang
membuat dirinya harus menggunakan alat bantuan
hanya untuk bernafas
maupun berbicara. Video tersebut tentu membangkitkan simpati
dari
penontonnya
dan menjadi informasi bahwa merokok dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan dalam jangka panjang.
Merokok yang pada mulanya tabu untuk dilakukan oleh anak dibawah umur,
pada masa kini menjadi perokok
ialah hal yang dianggap keren.
Banyak anak yang masih ada di bangku SD telah menjadi
perokok aktif. Hal ini menimbulkan spekulasi dari masyarakat
bahwa ada pola asuh yang salah, maupun lingkungan dan pergaulan yang buruk. Selain rokok, penyebaran video dari
banyak kalangan menggunakan vape atau rokok elektrik membuat
beberapa individu tidak mau ketinggalan atau ingin merasa cukup up
to date untuk dilihat. Fenomena tersebut dapat disebut sebagai fear of missing out yang memiliki arti bahwa individu banyak
melakukan hal-hal yang keluar dari moral nya sendiri untuk tidak tertinggal. Selain dari perokok
dini, fenomena menggunakan kalimat kasar sebagai bahan bercanndaan juga banyak dilakukan untuk terlihat keren. Banyak
hal yang telah keluar dari moral individu
dan tetap dilakukan karena berkembangnya media sosial, sehingga definisi
terlihat “keren” disimpulkan sebagai hal-hal yang dilakukan banyak orang.
Fenomena FOMO atau "Fear of Missing Out"
adalah suatu kecemasan
atau ketidaknyamanan yang
dirasakan oleh seseorang karena merasa bahwa ia sedang melewatkan pengalaman atau aktivitas yang
menyenangkan yang sedang dijalani oleh orang lain, terutama di lingkungan sosial media. Fenomena
FOMO ini semakin
meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi dan popularitas sosial media, yang memungkinkan
seseorang untuk melihat dan membandingkan kehidupan
mereka dengan orang lain. Kondisi
ini seringkali menyebabkan seseorang merasa tertekan,
cemas, dan tidak puas dengan hidupnya sendiri.
FOMO dapat mempengaruhi orang dari berbagai latar belakang, usia, dan
jenis kelamin. Namun, fenomena ini
seringkali terlihat pada generasi milenial dan generasi Z, yang tumbuh dewasa
di tengah-tengah kemajuan teknologi
dan terbiasa dengan budaya berbagi melalui media sosial. Fenomena FOMO dapat berdampak negatif pada kesehatan mental,
seperti meningkatkan tingkat kecemasan,
stres, dan depresi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda-tanda FOMO
dan mengambil langkah-langkah untuk
mengatasi ketidaknyamanan dan kecemasan yang muncul akibat fenomena ini, seperti dengan membatasi penggunaan media sosial, merencanakan kegiatan positif, atau menemukan cara-cara
lain untuk merasa terhubung dengan orang lain secara positif.
Fenomena fear of missing out dapat secara
langsung dikaitkan dalam psikologi sosial, karena
pada dasarnya psikologi ialah suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia.
Psikologi sosial adalah bidang ilmu
psikologi yang mempelajari interaksi sosial dan pengaruhnya terhadap pemikiran, perilaku, dan emosi individu.
Psikologi sosial mengkaji berbagai fenomena sosial, seperti persepsi sosial,
sikap, pengaruh sosial,
konformitas, stereotip, prasangka, dan konflik antar kelompok. Di dalam psikologi
sosial, terdapat beberapa teori dan model yang digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang kompleks. Salah satu
teori yang terkenal adalah teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Teori ini mengemukakan bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku orang lain, dan faktor internal seperti
keyakinan dan harapan individu.
Secara
umum, psikologi sosial sangat penting untuk memahami dinamika sosial dan interaksi
antara individu, kelompok,
dan masyarakat. Dengan mempelajari psikologi
sosial, individu dapat
memahami lebih baik mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan, dan bagaimana individu
dapat meningkatkan interaksi sosial yang positif
di antara manusia.
Teori Albert Bandura dalam psikologi sosial dikenal sebagai teori
kognitif sosial. Teori ini menekankan
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku orang lain, dan faktor internal seperti keyakinan dan
harapan individu. Menurut teori ini, individu belajar melalui pengamatan dan interaksi dengan lingkungan sosial
mereka. Bandura mengajukan bahwa ada
tiga faktor utama yang memengaruhi belajar melalui pengamatan: (1)
karakteristik model atau orang yang
diamati, (2) karakteristik pengamat, dan (3) lingkungan atau situasi di mana pengamatan dilakukan.
Albert
Bandura juga menekankan pentingnya self-efficacy,
yaitu keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan. Menurut
teori ini, self-efficacy memengaruhi perilaku individu,
motivasi, dan kemampuan seseorang untuk mengatasi tantangan dan mengatasi rintangan. Teori kognitif sosial Bandura juga menekankan pentingnya reinforcement atau
penguatan untuk memperkuat perilaku yang diinginkan. Penguatan dapat berupa penguatan positif, yaitu memberikan
hadiah atau penghargaan, atau penguatan negatif, yaitu menghilangkan stimulus yang tidak diinginkan. Secara
keseluruhan, teori kognitif sosial Bandura sangat
berpengaruh dalam psikologi
sosial dan telah diterapkan dalam berbagai konteks,
seperti dalam pendidikan, kesehatan, dan psikoterapi. Teori
ini juga memperlihatkan pentingnya peran lingkungan dan interaksi sosial dalam
membentuk perilaku manusia.
Fear of Missing Out (FOMO) adalah kecemasan atau rasa takut yang dirasakan seseorang ketika merasa tertinggal atau tidak
terlibat dalam suatu aktivitas atau pengalaman yang dimiliki oleh orang lain. Kecemasan FOMO dapat
terkait dengan penggunaan media sosial dan informasi yang berlebihan yang diterima oleh individu. Dalam kaitannya dengan teori kognitif
sosial Bandura, FOMO dapat
dilihat sebagai hasil dari pengaruh lingkungan atau faktor pengamat dalam belajar melalui pengamatan. Individu
belajar tentang kegiatan dan pengalaman orang lain melalui pengamatan dari media sosial dan lingkungan sosial
mereka. Jika mereka melihat bahwa orang
lain memiliki pengalaman yang lebih baik atau lebih menarik, maka mereka
mungkin merasa tertinggal atau merasa
tidak memadai. Dalam hal ini, FOMO dapat berdampak pada self- efficacy seseorang, yaitu keyakinan individu
dalam kemampuannya untuk memilih dan mengambil keputusan.
Penggunaan media sosial dan informasi yang berlebihan juga dapat memengaruhi lingkungan atau situasi
dalam belajar melalui
pengamatan. Penggunaan media sosial dapat memberikan
penguatan positif dalam bentuk likes atau
komentar, yang dapat meningkatkan self- efficacy individu dalam hal
popularitas dan kepentingan. Namun, penggunaan media sosial juga dapat memengaruhi perilaku
individu, termasuk kecemasan
dan ketergantungan pada penggunaan media sosial. Dalam hal ini, teori Bandura
menunjukkan bahwa pengalaman individu dipengaruhi oleh interaksi antara karakteristik pengamat,
karakteristik model, dan lingkungan atau situasi. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk memahami pengaruh
lingkungan dan lingkungan sosial mereka pada perilaku dan keyakinan mereka,
dan untuk mengambil tindakan untuk memperkuat self-efficacy dan mengurangi kecemasan
FOMO yang tidak perlu.
Telah disinggung dalam beberapa paragraf
diatas bahwa FOMO berkaitan secara langsung dengan teori dari Albert Bandura mengenai self-efficacy. Jika
seseorang memiliki tingkat self-efficacy yang tinggi, maka mereka akan merasa lebih percaya
diri dalam memilih aktivitas atau
pengalaman yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Mereka juga lebih mampu untuk mengendalikan kecemasan FOMO dan merasa puas dengan keputusan mereka.
Namun,
jika seseorang memiliki tingkat self-efficacy
yang rendah, mereka cenderung merasa cemas
dan sulit untuk mengambil keputusan yang tepat, dan lebih mudah terpengaruh
oleh kegiatan atau pengalaman orang lain.
Sama
halnya dengan fenomena yang buruk lainnya, FOMO dapat dihilangkan bila telah berakibat fatal bagi kehidupan seseorang.
Untuk mengatasi kecemasan FOMO, seseorang dapat memperkuat self-efficacy mereka melalui beberapa
cara. Pertama, mereka dapat mencari
pengalaman yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka, dan bukan
hanya karena merasa terpaksa
mengikuti orang lain. Kedua, mereka dapat melatih keterampilan dan kompetensi
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan mereka, sehingga
mereka lebih percaya
diri dalam kemampuan
mereka untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Ketiga, mereka dapat mencari dukungan sosial dari orang-orang yang
positif dan mendukung untuk memperkuat keyakinan diri mereka. Selain itu, mengatasi kecemasan
FOMO juga dapat dilakukan dengan membatasi penggunaan media sosial dan mengurangi
paparan informasi yang tidak diperlukan. Hal ini dapat membantu mengurangi perbandingan sosial yang tidak sehat dan memberikan lebih banyak waktu untuk fokus pada diri sendiri dan
mencapai tujuan pribadi. Dengan demikian, dengan memperkuat self-efficacy dan mengambil tindakan
yang tepat, seseorang
dapat mengatasi kecemasan
FOMO dan mencapai kepuasan
hidup yang lebih baik.
Secara
keseluruhan, terdapat kaitan antara FOMO dan teori Bandura, khususnya melalui konsep self-efficacy.
FOMO dapat mempengaruhi tingkat kecemasan individu dan membuatnya sulit mengambil keputusan
yang tepat. Namun,
dengan meningkatkan self-efficacy, individu
dapat merasa lebih percaya diri dalam memilih aktivitas atau pengalaman
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan, serta lebih mampu untuk mengendalikan kecemasan FOMO. Untuk memperkuat
self-efficacy, individu dapat mencari
pengalaman yang sesuai dengan minat dan kebutuhan,
melatih keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan, dan mencari dukungan
sosial dari orang-orang yang
positif dan mendukung. Selain itu, mengatasi kecemasan FOMO juga dapat dilakukan dengan membatasi
penggunaan media sosial dan mengurangi paparan informasi yang tidak diperlukan. Dengan memahami kaitan antara FOMO dan self-efficacy dengan teori Bandura, individu dapat mengambil tindakan
yang tepat untuk mengatasi kecemasan FOMO dan
meningkatkan kepercayaan diri, baik dalam konteks
individu maupun kelompok.
Konsep FOMO (Fear
of Missing Out) dalam psikologi dapat dikaitkan dengan beberapa teori psikologi termasuk
teori psikodinamika dari Sigmund Freud. Freud adalah seorang psikoanalis yang terkenal dengan teorinya
tentang struktur kepribadian manusia, yaitu id, ego, dan superego. Dalam konteks FOMO, id dapat dianggap sebagai
representasi dari kebutuhan bawah
sadar seseorang untuk mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan. Ego bertindak sebagai penghubung antara
kebutuhan bawah sadar dan realitas luar, sementara superego mewakili nilai-nilai sosial dan moral yang membentuk perilaku seseorang.
Menurut
teori Freud, konsep FOMO dapat dianggap sebagai manifestasi dari kebutuhan bawah sadar untuk memenuhi dorongan
instingual. Freud mengemukakan bahwa setiap individu memiliki dorongan-dorongan instingual yang berasal dari id, termasuk
dorongan untuk memenuhi kebutuhan sosial dan untuk
dicintai oleh orang lain. Ketika seseorang mengalami FOMO, dorongan instingual tersebut mungkin menjadi
sangat kuat dan mengakibatkan ketidakseimbangan antara id, ego, dan superego.
Misalnya, keinginan untuk terus-menerus berada di tengah-tengah perhatian orang
lain (dorongan id) mungkin bertentangan dengan nilai nilai moral atau tuntutan realitas
seperti pekerjaan atau tanggung jawab lainnya (dorongan
superego).
Dalam hal ini, individu
mungkin mengalami konflik
antara kebutuhan bawah sadar mereka dan tuntutan
dari lingkungan mereka.
Freud percaya bahwa konflik ini dapat menyebabkan kecemasan atau distres
emosional yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam ringkasan, kaitan
antara FOMO dan teori Freud menunjukkan bahwa konsep FOMO dapat
dilihat sebagai manifestasi dari kebutuhan bawah sadar seseorang yang
dijelaskan dalam teori psikodinamika
Freud. Memahami konsep ini dapat membantu individu untuk memahami kebutuhan dan motivasi bawah sadar mereka
dan memperoleh keseimbangan antara dorongan instingual dan tuntutan lingkungan mereka.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari fenomena, teori, dan keterkaitan antara fenomena dan psikologi sosial ialah sesuatu yang
terlalu berlebihan dalam aspek apapun akan menimbulkan ketidaksehatan individu dalam hidup, baik secara psikis maupun
fisik. Fenomena fear of missing out dapat secara langsung dikaitkan
dalam psikologi sosial, karena pada dasarnya psikologi ialah suatu ilmu yang mempelajari perilaku
manusia. Artikel ini menjelaskan bagaimana kecemasan
dan
ketakutan seseorang untuk melewatkan suatu pengalaman dapat mempengaruhi
perilaku dan keputusan mereka. FOMO
dapat menyebabkan individu untuk terus-menerus memeriksa media sosial atau menyesuaikan jadwal mereka
untuk mengikuti acara atau aktivitas tertentu. Karena itu, FOMO dapat
menjadi sumber stres dan tekanan sosial.
Dalam kaitannya
dengan teori Bandura
tentang pembelajaran sosial,
artikel ini menjelaskan bagaimana individu belajar
dan meniru perilaku orang lain melalui pengamatan dan interaksi sosial. Dalam konteks FOMO, individu cenderung meniru
perilaku orang lain untuk menghindari
kecemasan dan ketakutan mereka untuk melewatkan pengalaman yang dianggap penting. Selain itu, artikel tersebut juga
membahas dampak teknologi dan media sosial dalam memperkuat dan memperluas pengaruh FOMO. Dalam hal ini, individu
lebih rentan terhadap pengaruh dari
orang-orang yang mereka ikuti di media sosial dan dapat mempengaruhi persepsi individu
mengenai pentingnya sebuah
pengalaman atau acara tertentu.
Sementara itu, teori Freud tentang psikoanalisis juga dapat memberikan pemahaman tentang FOMO. Freud berpendapat bahwa individu memiliki
kebutuhan bawaan untuk memenuhi
hasrat dan keinginan, termasuk keinginan untuk menghindari rasa tidak puas dan kekecewaan. Dalam konteks FOMO, individu
cenderung memperoleh kesenangan dan kepuasan
dari pengalaman sosial, dan kehilangan pengalaman tersebut dapat
menyebabkan rasa tidak puas dan kekecewaan. Dalam kesimpulannya, artikel
ini menyoroti bagaimana
FOMO dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang
dan bagaimana teori Bandura tentang pembelajaran sosial dan teori Freud tentang psikoanalisis dapat memberikan
pemahaman yang lebih dalam mengenai
fenomena ini. Namun, individu juga dapat belajar untuk mengelola FOMO mereka
dan menemukan keseimbangan antara kebutuhan sosial
dan kesehatan mental yang sehat.